H. Muhammad Shohib, MA
Sejatinya , tugas memelihara kemurnian kitab suci al Qur'an merupakan tanggung jawab seluruh umat Islam. Namun demikian, beban tanggung jawab terbesar berada di pundak para ulama, yakni mereka yang ahli di bidang ilmu al Qur'an. Di Indonesia, adalah Lembaga Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur'an yang banyak menangani tersebut. Selain mentashih, lembaga ini juga memberikan rekomendasi pentashihan, baik dalam penulisan huruf al Qur'an, terjemahan maupun tafsirnya.
"Secara umum, pentashihan adalah pekerjaan yang memerlukan kehati-hatian tingkat tinggi. Mengapa? Sebab yang ditangani adalah kitab suci," tandas Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur'an Drs. H. Muhammad Shohib MA
Pemeliharaan Al Qur'an menyangkut tiga hal, pentashihan, pengkajian, dan pemeliharaan secara fisik. Semua itu dilakukan sebagai implementasi dari firman Allah dalam surat al Hujuraat : 9 yang artinya, " Sesungguhnynya Kami menurunkan Al Qur'an dan Kami yang akan menjaganya."
Para ahli tafsir memahami ayat di atas adanya kemungkinan keterlibatan selain Allah dalam menjaga kesucian Al Qur'an yaitu partisipasi aktif dari masyarakat Islam.
Pertama, pentashihan, yakni menyangkut teks al Qur'an supaya tetap benar (jangan salah tulis). Kedua, menyangkut masalah pemahaman (tafsir) karena fungsi al Qur'an yang utama sebagai hudan (petunjuk). Sebagai petunjuk tentu saja al Qur'an harus dipahami dengan benar dan sekaligus diamalkan dala kehidupan sehari-hari. Di samping itu, al Qur'an ditulis dalam bahasa Arab, sehingga banyak umat Islam yang tidak paham. Maka itu perlu diterjemahkan dan dituliskan tafsirnya agar bisa lebih dipahami. Ketiga, sebagai kitab suci, al Qur'an secara fisik harus terpelihara dengan baik. Karena itu di Indonesia dibangun Bayt al Qur'an yakni museum al Qur'an yang berada di Taman Mini
Al Qur'an sesuai dengan namanya artinya bacaan, maka al Qur'an harus dibaca. Nama lain yang sangat populer adalah kitab yang artinya tulisan, maka al Qur'an harus ditulis/dituliskan.
Jadi secara historis, pemeliharaan al Qur'an melalui dua cara yaitu dibaca/dihafal dan ditulis. Sehingga jika ada teks yang salah bisa dipantai dan dikoreksi oleh para hafidz. Sebaliknya para hafidz juga memerlukan tulisan untuk menghafal al Qur'an, maka itu al Qur'an harus ditulis. Kedua cara tadi membaca dan menulis sama-sama penting. (dikutip dari Tabloid Dialog Jum'at)
Pemeliharaan Al Qur'an menyangkut tiga hal, pentashihan, pengkajian, dan pemeliharaan secara fisik. Semua itu dilakukan sebagai implementasi dari firman Allah dalam surat al Hujuraat : 9 yang artinya, " Sesungguhnynya Kami menurunkan Al Qur'an dan Kami yang akan menjaganya."
Para ahli tafsir memahami ayat di atas adanya kemungkinan keterlibatan selain Allah dalam menjaga kesucian Al Qur'an yaitu partisipasi aktif dari masyarakat Islam.
Pertama, pentashihan, yakni menyangkut teks al Qur'an supaya tetap benar (jangan salah tulis). Kedua, menyangkut masalah pemahaman (tafsir) karena fungsi al Qur'an yang utama sebagai hudan (petunjuk). Sebagai petunjuk tentu saja al Qur'an harus dipahami dengan benar dan sekaligus diamalkan dala kehidupan sehari-hari. Di samping itu, al Qur'an ditulis dalam bahasa Arab, sehingga banyak umat Islam yang tidak paham. Maka itu perlu diterjemahkan dan dituliskan tafsirnya agar bisa lebih dipahami. Ketiga, sebagai kitab suci, al Qur'an secara fisik harus terpelihara dengan baik. Karena itu di Indonesia dibangun Bayt al Qur'an yakni museum al Qur'an yang berada di Taman Mini
Al Qur'an sesuai dengan namanya artinya bacaan, maka al Qur'an harus dibaca. Nama lain yang sangat populer adalah kitab yang artinya tulisan, maka al Qur'an harus ditulis/dituliskan.
Jadi secara historis, pemeliharaan al Qur'an melalui dua cara yaitu dibaca/dihafal dan ditulis. Sehingga jika ada teks yang salah bisa dipantai dan dikoreksi oleh para hafidz. Sebaliknya para hafidz juga memerlukan tulisan untuk menghafal al Qur'an, maka itu al Qur'an harus ditulis. Kedua cara tadi membaca dan menulis sama-sama penting. (dikutip dari Tabloid Dialog Jum'at)