Rabu, Juli 08, 2009

Memuliakan Orang Tua

Pada suatu subuh, sahabat Ali bin Abu Thalib –semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya — bergegas menuju masjid untuk shalat berjamaah bersama Rasulullah Saw. Namun di tengah perjalanan, langkahnya terhambat oleh seorang lelaki tua berusia lanjut. Bapak tua itu berjalan lambat di depan Ali.

Suami Fatimah binti Rasulullah itu tak ingin mendesak dan memaksa untuk mendahului bapak tua itu. Ali menghormati karena ketuaannya. Dengan sabar, Ali mengikuti langkah demi langkah bapak tua itu di belakangnya. Sebenarnya, ada keresahan dalam hati Ali. Ia kawatir, tak sempat mengikuti shalat berjamaah bersama Rasulullah Saw.

Tibalah iring-iringan Ali dan bapak tua itu di depan masjid. Ternyata, bapak tua itu tak memasuki masjid. Tahulah Ali bahwa bapak itu bukanlah seorang Muslim, ia seorang Nasrani yang kebetulan sedang melintas. Setelah langkahnya tak terhalang, Ali bergegas memasuki masjid. Syukurlah, Ali masih sempat mengikuti raka'at terakhir.

Seusai shalat berjama'ah, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, "Apa yang terjadi wahai Rasulullah? Tidak seperti biasanya, engkau memperlambat ruku' yang terakhir?"

Rasulullah Saw pun menjawab, "Ketika ruku' dan membaca tasbih seperti biasa, aku hendak mengangkat kepalaku untuk berdiri. Tapi Jibril datang, ia membebani punggungku hingga lama sekali. Baru setelah beban itu diangkat, aku bisa mengangkat kepalaku dan berdiri."

"Mengapa bisa begitu ya Rasulullah?" tanya sahabat yang lain.

"Aku sendiri tak mengetahuinya dan tak bisa menanyakan hal itu kepada Jibril," jawab Rasulullah Saw.

Maka, datanglah Jibril kepada Rasulullah Saw dan menjelaskan apa yang terjadi. "Wahai Muhammad! Sesungguhnya tadi itu karena Ali tergesa-gesa mengejar shalat berjama'ah, tapi terhalang oleh seorang laki-laki Nasrani tua. Ali menghormatinya dan tak berani mendahului langkah orang tua itu. Ali memberi hak orang tua itu untuk berjalan lebih dulu. Maka, Allah memerintahkanku untuk menetapkanmu dalam keadaan ruku' hingga Ali bisa menyusul shalat berjama'ah bersamamu."

Kemudian Rasulullah Saw mengatakan, "Itulah derajat orang yang memuliakan orang tua, meski orang tua itu seorang Nasrani."

 

Selengkapnya...

Tema utama salah satu bentuk keindahan Alquran adalah seni menulis indah (kaligrafi). Seni menulis indah atau kaligrafi diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim sejak kedatangan Islam. Dibandingkan seni Islam yang lain, kaligrafi memperoleh kedudukan yang paling tinggi dan merupakan ekspresi spirit Islam yang sangat khas. Oleh karena itu, kaligrafi sering disebut sebagai 'seninya seni Islam' (the art of Islamic ).

Kualifikasi ini memang pantas karena kaligrafi mencerminkan kedalaman makna seni yang esensinya berasal dari nilai dan konsep keimanan. Oleh sebab itu, kaligrafi berpengaruh besar terhadap bentuk ekspresi seni yang lain. Hal ini diakui oleh para sarjana Barat yang banyak mengkaji seni Islam, seperti Martin Lings, Titus Burckhardt, Annemarie Schimmel, dan Thomas W Arnold.Keistimewaan lain kaligrafi dalam seni Islam adalah sebagai bentuk pengejawantahan firman Allah dan karya seni yang sangat berkaitan dengan Alquran dan hadis. Karena, sebagian besar tulisan indah dalam bahasa Arab menampilkan ayat Alquran atau hadis Nabi Muhammad SAW.

Di samping itu, kaligrafi merupakan satu-satunya seni Islam yang dihasilkan murni oleh orang Islam sendiri, tidak seperti jenis seni Islam lain (seperti arsitektur, seni lukis, dan ragam hias) yang banyak mendapat pengaruh dari seni dan seniman non-Muslim. Karena itu, tidak mengherankan jika sepanjang sejarah, penghargaan kaum Muslim terhadap kaligrafi jauh lebih tinggi dibandingkan jenis seni yang lain. Meski karya kaligrafi identik dengan tulisan Arab, kata kaligrafi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani ( kalios : indah dan graphia : tulisan). Sementara itu, bahasa Arab mengistilahkannya dengan khatt (tulisan atau garis) yang ditujukan pada tulisan yang indah ( al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil ).Dibandingkan jenis tulisan lain, huruf Arab memiliki karakter huruf yang lentur dan artistik sehingga menjadi bahan yang sangat kaya untuk penulisan kaligrafi.

Selain memiliki karakter yang unik, pada hakikatnya seni tulisan Arab bukan sekadar representasi sisi artistik budaya Arab-Islam, tetapi juga gabungan keindahan, abstraksi, kreativitas, serta pesan moral yang dikandungnya. Setiap garis, spasi, dan alur tulisan memiliki ciri khas dan falsafah sendiri.Sifat unik huruf Arab ini baru tereksplorasi dengan baik di tangan kaum Muslim. Karena, pada masa sebelum datangnya Islam, orang Arab tidak memiliki seni tulis seperti yang dikembangkan oleh orang Arab Muslim. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerajaan Arab kuno, seperti Nabatea, Hira, dan kerajaan lain di Yaman, menggunakan huruf ini dalam bentuk arkais (corak kuno).

Ragam Corak Kaligrafi

Akar kaligrafi Arab sebenarnya adalah tulisan hieroglif Mesir yang kemudian terpecah menjadi khatt Feniqi (Fenisia), Arami (Aram), dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadis). Menurut al-Maqrizi, seorang ahli sejarah abad ke-4, tulisan kaligrafi Arab pertama kali dikembangkan oleh masyarakat Himyar (suku yang mendiami Semenanjung Arab bagian barat daya sekitar 115-525 SM). Musnad merupakan kaligrafi Arab kuno yang mula-mula berkembang dari sekian banyak jenis khatt yang dipakai oleh masyarakat Himyar.

Dari tulisan tua Musnad yang berkembang di Yaman, lahirlah khatt Kufi .Kaligrafi Arab bercorak kuno ini terus dipertahankan sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah SAW dan Khulafa' ar-Rasyidin (Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Penamaan berbagai corak kaligrafi kuno yang berkembang pada masa itu mengambil nama-nama yang dinisbahkan kepada tempat-tempat di mana tulisan dipakai, seperti Makki (tulisan Makkah), Madani (Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan Kufi (Kufah).

Corak kaligrafi kuno mulai ditinggalkan pada masa kekhalifahan Islam dipegang oleh Bani Umayyah (661-750 M). Pada masa itu, mulai timbul ketidakpuasan terhadap khatt Kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan. Lalu, dimulailah pencarian bentuk-bentuk lain yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut ( soft writing ) non-Kufi sehingga lahirlah banyak gaya. Yang terpopuler di antaranya adalah Tumar, Jalil, Nisf, Tsuluts , dan Tsulutsain .Berkembangnya berbagai gaya penulisan kaligrafi pada masa Bani Umayyah membuat banyaknya para ahli penulis kaligrafi yang muncul. Salah satu tokoh kenamaan kaligrafi Bani Umayyah adalah Qutbah al-Muharrir.

Sedangkan, khalifah pertama Bani Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680 M), adalah pelopor pendorong diusahakannya pencarian bentuk-bentuk baru kaligrafi tersebut.Tiga ratus jenisPada masa Daulah Abbasiyah (750-1258 M), dikembangkan lagi gaya-gaya baru dan modifikasi bentuk-bentuk lama. Pada masa ini, mulai dikenal khatt Khafif Tsuluts, Khafif Sulusain, Riyasi, dan al-Aqlam as-Sittah (Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqah dan Tauqi ). Gaya penulisan kaligrafi yang berkembang pada masa Daulah Abbasiyah ini lebih dari 300 jenis. Sementara itu, tokoh terkemuka di zaman ini adalah al-Ahwal, Ibnu Muqlah, Ibnu Bauwab, dan Yaqut al-Musta'simi.

Namun, melalui tangan Ibnu Muqlah, kaligrafi didesain menjadi bentuk-bentuk yang geometris. Huruf-huruf diberi ukuran menurut kadar tipis-tebal dan panjang-pendek serta lengkungan goresan secara pasti sehingga menghasilkan bentuk anatomi yang seimbang. Dialah yang pertama kali membagi jenis huruf Arab atas enam gaya, yakni kufi, naskhi, riqah, diwani, ta'liq , dan tsuluts .Rumus Ibnu Muqlah ini dinamakan al-Khatt al-Mansub yang terdiri atas komponen alif, titik belah ketupat, dan standar lingkaran.

Selengkapnya...

Rabu, Juli 08, 2009

Imam Syafi'i dan Imam Malik

Imam Syafi'i adalah seorang tokoh besar pendiri Mazhab Syafi'i. Beliau dikenal sangat cerdas. Ada yang mengatakan bahwa sejak usia 7 tahun sudah hafal al-Qur'an. Beliau bukan berasal dari keluarga yang berkelebihan. Namun berkat kecerdasannya itu, beliau bisa belajar pada seorang guru di Mekah tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun.

Imam Malik juga tokoh besar pendiri Mazhab Maliki. Beliau berasal dari keluarga terhormat, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Kakeknya, Abu Amir termasuk keluarga pertama yang memeluk agama Islam dan juga menjadi ulama hadis terpandang di Madinah. Sejak Muda, Imam Malik menjadi orang yang cinta kepada ilmu. Beliau belajar ilmu hadis pada ayah dan paman-pamannya. Al-Muwatta', kitab fikih yang berdasar dari kumpulan hadis-hadis pilihan, adalah kitab karangan beliau yang menjadi pegangan para santri sampai sekarang.

Imam Syafi'i dan Imam Malik bertemu di Madinah. Ceritanya, setelah berguru pada banyak ulama di Mekah, Imam Syafi'i ingin sekali melanjutkan pengembaraannya ke Madinah. Apalagi beliau mengetahui di Madinah ada Imam Malik, ulama yang termashur itu. Di hadapan Imam Malik, Imam Syafi'i mengucal al-Muwatta', kitab yang sebelumnya sudah dihafalnya saat berada di Mekah. Imam Malik sangat kagum pada Imam Syafi'i dan begitulah hubungan antara kedua tokoh besar itu selanjutnya.

Dalam tradisi Mazhab Syafi'i, saat melaksanakan shalat Shubuh dibacakan doa Qunut. Berbeda dalam tradisi Mazhab Maliki, tak ada doa Qunut dalam shalat Shubuh. Namun, perbedaan tradisi itu tak membuat hubungan keduanya retak. Mereka tetap menjadi guru dan murid yang saling menghormati pendapat masing-masing.

Suatu hari, Imam Syafi'i berkunjung dan menginap di rumah Imam Malik. Saling berkunjung dan menginap itu sudah menjadi kebiasaan antara keduanya. Imam Syafi'i diminta gurunya menjadi imam saat melaksanakan shalat Shubuh. Karena ingin menghormati gurunya, Imam Syafi'i tak membaca doa Qunut dalam shalat berjama'ah itu.

Begitu pun sebaliknya. Di lain hari, Imam Malik menginap di kediaman Imam Syafi'i. Saat Shubuh, mereka melaksanakan shalat Shubuh berjama'ah, Imam Syafi'i meminta gurunya menjadi imam shalat. Dengan alasan yang sama, Imam Malik pun membaca doa Qunut.

Selengkapnya...

Related Posts with Thumbnails